Bank lokal atau asing?
Banknya ada 11, belum bisa dibicarakan, tapi memang ada bank lokal dan bank pemerintah. Mereka masuk karena asetnya bagus, tawarinnya lebih seperti oversubscribe, di atas 5 lah yang sudah masuk. Kita juga diimbau dari otoritas, kalau bisa justru jangan dari dalam negeri supaya nggak memberi tekanan ke neraca pembayaran.
Kalau dolar masuk kan bagus, rupiah akan menguat. Tapi kalau dolar keluar, kan rupiah akan memburuk. Karena ini bayarnya di luar, kalau bisa dolarnya jangan dari dalam. Kalau bisa dolarnya dari luar juga, jadi nggak memberatkan neraca pembayaram ini. Jadi nggak ada aliran dolar dari dalam negeri ke luar negeri. Karena nanti begitu keluar, outflow, dia akan tekan kurs. Jadi kursnya nanti akan ada tekanan.
Kemarin sudah tanda tangan, tapi ada yang bilang ini cuma pencitraan karena prosesnya belum selesai. Sebenarnya bagaimana prosesnya?
Tanda tangan yang kemarin kan Head of Agreement, di dalamnya itu ada dua kesepakatan. Kesepakatan mengenai struktur transaksi dan kesepakatan mengenai nilai transaksi.
Apakah sesudah kesepakatan ini sudah selesai atau belum, ya itu musti dijabarkan menjad kesepakatan yang lebih detil lagi. Kan begitu sudah sepakat, strukturnya begini, saya bisa cerita transaksinya rumit sekali, ada tiga pihak, ada Rio Tinto, ada Freeport, ada Indonesia. Secara legal, satu pihak itu bisa punya 1-2 entitas. Kaya Freeport, Freeport itu ada 3 entitasnya. Kita musti deal dengan Freeport McMoran, kita musti deal dengan IndoCooper Investama, kita musti deal dengan PT Freeport Indonesia. Jadi Freeport saja ada 3 entitas. Jadi secara legal, kita harus bikin agreement dengan mereka.
Rio Tinto juga begitu, ada Rio Tinto Indonesia, ada Rio Tinto yang di London, dan mereka juga ada satu Rio Tinto SPV yang memiliki PT Rio Tinto Indonesia. Jadi entitasnya juga banyak. Kita musti deal dan agreement dengan seluruh entitas ini. Itu detilnya masih ada lagi. Jadi masih ada lagi sale purchase agreement dengan ini, dengan lainnya, nanti kita juga mesti rights issue, sharenya musti di-subscribe, itu juga mesti ada.
Jadi dari kesepakatan awal kita bisa masuk ke kesepakatan detil. Tapi kesepakatan awal ini penting ini menjadi acuan, ini menjadi sesuatu yang tidak boleh goyah lagi.
Kebayang kan kalau sudah bicara mengenai perjanjian detil rinci tiba-tiba ini berubah. susah. Jadi ini mesti disepakati dulu di lock. nah apakah udah selesai belum. Karena masih ada yang detil tapi apakah ini sudah mengikat? ini mengikat. Jadi artinya apa yang kita bikin harus mengacu ke sini gabisa bikin lain berubah itu penting.
Lalu otomatis udah harganya, jadi harga itu audah tau dengan struktur begini. Ini sebenanrya sudah kemajuan, memang belum 100% selesai. Saya tambahkan satu lagi, ini kan baru kesepakatan divestasi, padahal transaksi Freeport berdasarkan final agreement Agustus atau September 2017 yang di tanda tangani Indonesia- Freeport itu harus selesai kalau sekaligus empat kesepakatan dicapai. Nggak hanya divestasi.
Kan ada kesepakatan mengenai perubahan KK menjadi IUPK. Ada kesepakatan pembangunan smelter, lalu penerimaan negara nggak boleh lebih kecil, ini nanti menghasilkan stabilitas investasi dan perpanjangan yang sampai 2041. Kita selesai pun divestasi ini tanpa yang 3 ini selesai ya nggak bisa. Jadi memang banyak sekali.
Jadi tahapan selanjutnya menyelesaikan empat itu ya?
Tahapan selanjutnya kita harus selesaikan dengan detil perjanjian yang diperlukan untuk divestasi tapi juga soal Freeport Indonesia dengan kesepakatan.
Jadi sudah mengikat, bisa batal?
Batal bisa kalau tiba-tiba tidak setuju mengenai terms and conditions mengenai stabilitas investasi itu bisa juga. Tapi harusnya kalau sudah sampai intensinya begini, sama kayak orang sudah tunangan bisa nggak jadi nikah bisa juga, tapi kan orang tua, ya ramai lah begitu kan sama keluarga.
Kenapa harus sekarang, ada pertanyaan 2021 kan sudah kelar, nanti saja ambilnya, kenapa harus sekarang?
Ini bukan tupoksinya saya tapi saya mengikuti saya melihat dan saya memahami kenapa bisa keluar isu seperti itu, karena perjanjian di kontrak karya itu di pasal 30 poin 2 kalau nggak salah, bicara khusus soal terminasi, itu tidak telak ditulis bahwa selesai.
Kalau saya baca. Dan mungkin ada dokumen lain seperti itu jadi akibatnya kan ada room untuk multi interpretasi, kalau pemerintah interpretasi begini, Freeport interpretasi begini, bukan ini lebih kuat lebih kuat, tapi apa 100% begini ya belum juga. begitu. Sekarang kalau misalnya perbedaan kemudan dipush untuk meliput takutnya malah kalau ini terjadi masuk ke arbitrase, kalau Freeport dipotong 2021 mereka sudah bilang akan protes.
Kalau mereka arbitrase maka tambangnya pasti berhenti, ini kan tidak boleh berhenti takutnya rusak butuh billion of US dolar lagi untuk benerin. Income pajak nggak ada nanti ada isu lagi di sana. Kalau ke arbitrase 100% kepastian pemerintah Indonesia menang nggak ada yang bisa jamin, mungkin bisa menang, tapi nggak ada yang bisa jamin juga. Nah kalau saya amati arahnya lebih ke pemerintah indo liat ambil jalur win-win. Kalau arbitrase ini berhenti (tambangnya berhenti). Ini bukan wewenang, saya memahami
Kita sudah beli mahal, tapi masih juga harus investasi juga, untuk modal bawah tanah dan lainnya, itu bagaimana tanggapannya?
Freeport sendiri punya ebitda seperti yang saya sampaikan tadi kan rata-rata per tahun US$ 4 miliar, jadi kalau 2021 sampe 2041 ya mungkin ada naik turunnya. Lets say US$ 3 miliar. US$ 3 miliar kali 20 tahun, itu kan US$ 60 miliar. Dia butuhnya hanya 20, jadi nggak usah ada tambahan injeksi modal itu sebenarnya.
Jadi untuk pembangunan, untuk tambang, bisa dipenuhi dengan cashflow, kan kelihatan dan kita bicara Freeport Indonesia dikonversi. Bisnis plan mereka bahwa investasi infrastruktur tambang bawah tanah dibiayai dari internal cash flow cukup besar.
jadi selain pajak dividen dan lainnya, pemerintah juga akan dapat apa dari freeport?
Sebenarnya kita dapatnya sebagai pemegang saham dividen ya, tapi pemerintah dapat tax royalti sama pajaknya. Ya mungkin bisa lebih besar dari dividen, jadi total Indonesia lebih besar. Yang saya lihat juga adalah teknologi skill, kalau dapat ahli-ahli tambang muda yang bisa menjalankan tambang bawah tanah tercompleks di dunia itu juga bagus buat kita sebagai bangsa.
Apa keuntungan yang dirasakan bagi Inalum?
Otomatis salah satu ambisi kita untuk jadi fortune. Dengan ebitda sebesar US$ 4 miliar akan membantu total ebitda grup kita supaya jadi besar. Tahun lalu sekitar US$ 700- 800 juta, tahun ini bisa US$ 1,3-1,5 miliar, kalau ditambah ini kan mungkin dapat akses kedua US$ 3,5 miliar mendekati. Kita butuh ebitda sekitar US$ 6-7 miliar untuk bs masuk ke fortune.
Selain freeport ada tambang lain?
Yaa mudah-mudahan nanti ada investasi tambang besar lain.
Dengar-dengar dulu divestasi pemerintah juga harapkan sebagian IPO biar bisa dibeli. Pandangan Inalum setelah jadi mayoritas masih perlu IPO?
Yang pertama memang Pemda akan masuk ya, jadi kita akan bentuk SPV Joint Venture Company dengan Pemda, supaya Pemda bisa memiliki 10% dari PTFI. Nah Pemda-nya 6% milik Pemkab, 4% Pemprov. Jadi di situ sudah pasti rakyat Papua, masyarakat Papua bisa memiliki Freeport Indonesia.
Nah sekarang memang ada rencana IPO supaya governance nya lebih bagus, bisa dimiliki lebih luas lagi, rencana itu sudah ada. Tapi memang timingnya kita mau selesaikan sampai semua urusan smelter nya sudah jadi, sudah selesai baru nanti dia IPO. Dan itu juga harus dilakukan dengan timing yang tepat.
Jadi kira-kira keseluruhan proses divestasi akan memakan waktu berapa lama?
Pak Jokowi sudah bilang ini mulaimya sejak 3,5 tahun yang lalu, jadi mudah-mudahan ke depannya nggak 3,5 tahun lagi. Bisa lebih cepat
Tahun ini bisa?
InsyaAllah asal didoain seluruh rakyat Indonesia, pasti bisa.
Tonton video wawancara detikcom dengan Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin dalam video di bawah ini.
[Gambas:Video 20detik] (zlf/zlf)