Ya agak panjang menjelaskan ini, ada begitu banyak hal yang harus kita lihat. Tapi prinsipnya begini, program negara, jaminan kesehatan nasional ini kan berazaskan anggaran berimbang, pendapatan dam pengeluaran itu mesti balance.
Dalam setiap, saya kira termasuk juga di Detikcom, sebuah entitas dalam merencanakan keuangan pasti bicara bersama, memprediksikan apa yang akan dijalankan dari anggaran kerja tahunan.
Nah seperti 2017-2018 sekarang, itu di akhir 2017 kita bicara dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, memutuskan juga tentang biaya operasional, kemudian juga dewan pengawas BPJS Kesehatan mengkalkulasi bagaimana mengatur agar pendapatan dan pengeluaran ini berimbang.
Kalau kita bicara pendapatan pengeluaran itu sumber utama tentu iuran. Iuran itu merupakan komponen sangat penting dalam program ini, dan setelah kita hitung ternyata iurannya belum sesuai dengan hitungan aktuaria, hitungan keekonomian, atau hitungan akademik. Masih ada gap di dalam setiap segmen.
Misalnya pembebanan iuran, itu hitungan 2015 oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional, bukan BPJS. kalau BPJS hitung sendiri pasti penginnya iuran gede. (Jadi) ada lembaga lain, secara khusus itu dalam menghitung tentang biaya untuk masyarakat yang tidak mampu.
Nah dihitunglah 2015 itu, idealnya Rp 36.000. tapi karena ruang fiskal pemerintah juga tidak terlalu lebar, diputuskan untuk Rp 23.000, artinya ada gap 13.000 untuk penerima bantuan iuran.
Kemudian bagaimana dengan mereka yang bukan penerima bantuan iuran? misalnya masyarakat bukan penerima upah atau pekerja mandiri, nah itu kelas III dihitung tahun 2015 itu harusnya Rp 33.000, tapi diputuskan Rp 25.500 artinya ada gap 7.500 di angka ideal. Kelas dua juga itu di 63.000, diputuskan Rp 51.000, jadi ada gap Rp 12.000. Hanya kelas 1 di tahun 2015 itu yang sesuai Rp 80.000 per orang per bulan.
Sebetulnya angka kita ini kalau dibandingkan dengan Vietnam, kebetulan saya baru pulang ada Asean Social Security Association Meeting, Vietnam saja contoh itu iurannya itu US$ 2,7, dengan kurs sekarang.
Itu yang terendah?
Iya yang terendah. Kita Rp 25.000, artinya kita kurang dari US$ 2. Memang angkanya belum mendekati angka ideal. Setelah ini kita hitung, ternyata memang tidak akan match, ada mismatch antara pendapatan, pengeluaran, berbasis iuran. Di dalam regulasi kita menyebutkan, kalau tidak match apakah pengeluarannya dikurangi, artinya ada pengurangan manfaat.
Misalnya selama ini ada (layanan) menanggung gagal ginjal misalnya, cuci darah. Sebenarnya kalau ini dikurangi, otomatis akan mengurangi pengeluaran. Tapi tidak dilakukan, tidak mungkin pemerintah akan membebani masyarakat apalagi ini menyangkut nyawa, menyangkut orang banyak. Sehingga muncul opsi ketiga, yaitu regulasi suntikan dana ketiga.
Jadi sebetulnya saya dikritik pada saat di DPR menyampaikan, ini sebetulnya defisit yang direncanakan. Karena kita sudah tahu bahwa ini akan ada mismatch, akan ada defisit karena iuran tidak sesuai. Dan Pak Jokowi, Presiden, juga menyampaikan pasti banyak pertimbangan, dan menyampaikan satu, jangan naikkan iuran, karena daya beli masyarakat belum tentu juga mampu saat ini. Kira-kira begitu.
Artinya kalau boleh disimpulkan defisit ini bukan karena ketidakmampuan manajemen, tapi memang dari awal juga disadari seperti itu. Artinya kalau sekarang pemerintah memberikan suntikan dana itu sebuah kewajiban, jadi memang harus dilakukan? Ya sudah diperhitungkan pada saat menyusun anggaran kerja itu semua sudah dilihat.
Seperti sekarang ini, kami menyusun rencana kerja untuk tahun depan 2019, oleh karena ketidaksesuaian hitungan aktuaria itu, peserta kalau kita tingkatkan banyak, dia pasti melebar defisitnya. Karena kalau kita bicara secara teologi, pembiayaan keasuransian kita pasti menghitung berapa sih rata-rata premi per orang per bulan.
Sekarang 202 juta, uang masuk lagi 202 juta, sekarang sekitar Rp 36.000-an. Kemudian berapa biaya per orang per bulan, jadi uang yang dipakai untuk spending dibagi jumlah yang pakai, 'oh ternyata kurang Rp 5.000'. Lebih besar Rp 5.000 pengeluaran. Kalau orangnya makin banyak kan makin lebar. Nah ini kita hitung sekarang, tahun depan ini peserta mencapai berapa, kalau peserta mencapai semua, ini, defisitnya sekian. Ini sebenarnya yang kita hitung bersama.
Jadi sekali lagi, tetap kalau ditanya apakah ada missed manajemen atau tidak, saya tidak akan menjawab itu, biar yang lain menilai. Tapi paling tidak kami BPKP Tahun 2017 sampaikan bahwa lembaga kami, good governancenya masuk ke dalam baik. Kemudian bicara keuangan, kantor akuntan publik (KAP) sudah periksa, bahwa kita wajar tanpa modifikasi yang wajar tanpa pengecualian.
Kemudian belum lagi BPK juga periksa, BPK juga periksa tidak ada temuan yang sangat signifikan, menyatakan bahwa ada salah kelola, tapi kami tidak akan menyampaikan itu. Tapi memang ada satu yang ingin saya sampaikan bahwa kami berupaya menjaga governance ini dengan baik, ini komitmen kami.
Andaikan opsinya itu menaikkan iuran, itu yang paling maksimal dan yang tidak moderat, itu berapa? walaupun itu mesti Dewan Jaminan sosial yang menghitung?
Ya paling tidak angka 2015 itu merupakan angka yang cukup baik, kami juga sedang berharap sekali, Dewan Jaminan Sosial juga bekerja dengan baik menghitung, karena dua tahun sekali itu menghitung. Sampai sekarang belum ada hitungan baru, tapi dengan angka segitu pun kita masih bisa menjaga posisinya match antara pendapatan dan pengeluaran.