Nasib LRT Jakarta yang Tak Kunjung Operasi Pasca Asian Games 2018

Wawancara Khusus Dirut LRT Jakarta

Nasib LRT Jakarta yang Tak Kunjung Operasi Pasca Asian Games 2018

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Senin, 25 Feb 2019 09:39 WIB
Nasib LRT Jakarta yang Tak Kunjung Operasi Pasca Asian Games 2018
Foto: Istimewa/PT LRT Jakarta
Waktu operasi?
Jam 6 sampai jam 10 malam. Tapi nanti kita lihat animo masyarakat. Karena di Palembang itu setelah maghrib sudah tutup. Tapi Jakarta dan Palembang beda lah. Di Jakarta (Kelapa Gading) itu sangat mungkin ada yang ngantor di Sudirman atau pusat Jakarta. Itulah yang jadi target penumpang kita.

Awalnya LRTJ digadang-gadang sebagai pembangunan LRT tercepat di dunia. Tapi akhirnya sampai sekarang belum juga beroperasi. Alasannya?
Kita ini kan mulai bangun di Januari 2017. Kita di Agustus 2018 baru setahun enam bulan. Jangan compare sama yang di permukaan tanah. Kalau itu mungkin satu tahun selesai. Tapi kalau di-compare dengan LRT yang ada di Makau, Malaysia, itu kita bicara penyelesaiannya 4-5 tahun. Kita kan mulainya 2017.

Waktu kita mempercepat pembangunan ini, lebih dari 40 mesin pondasi ada di Kelapa Gading. Kalau semua alat berat ada, 1,5 tahun juga bukan waktu yang tidak mungkin. Kita bangga 1 tahun 6 bulan sudah uji coba operasi. Dan 2 tahun sebulan kita sudah finalisasi pengujian. Tambah beberapa minggu lagi kita sudah operasi. Jadi 2 tahun 2 bulan kita selesai.

Sekarang kan Jakpro atau LRTJ sudah punya pengalaman bangun LRT. Apa pelajaran yang bisa diambil agar pembangunan fase selanjutnya bisa dipercepat?
Lesson learned nya percepatan pembangunan seperti ini stakeholder harus saling mendukung. Ada hal-hal yang memang kami merasa sangat terbantu, terutama ada momen Asian Games. Itu sebuah momen besar yang mendukung percepatan proses birokrasi.

Pembebasan lahan?
Kita kan memanfaatkan koridor jalan yang sudah ada dan memang LRT itu lebih fleksibel dari MRT. Jadi di belokan kita bisa lebih tajam. Jadi lebih minim pembebasan lahan. Dan strukturnya lebih ringan karena kita full alumunium. Beda dengan MRT.

Apakah kereta LRT dioperasikan tanpa masinis?
Kalau penumpangnya sudah banyak banget, kita bisa pindah ke CBTC (Communication Base Train Control). Tapi masinis ini bisa membuka lebih banyak lapangan kerja. Di negara seperti Eropa, Australia punya labor union (serikat pekerja). Para masinis bisa mogok kerja. Di Eropa dan Australia itu sangat kental makanya teknologi driverless sangat didorong. Dan di sana kan labor cost tinggi. Kalau kita kan dorongan pemerintah membuka lebih banyak lapangan kerja.

Saya konfirmasi sekali lagi, jadi waktu pengoperasian LRT Jakarta bagaimana?
Ini sudah kami sepakati dengan Pemprov DKI, kita fokus menyelesaikan semua perizinan dan pengujian. Kita juga menunggu penetapan tarif oleh Pemprov DKI dan diikuti dengan kepastian PSO (subsidi tarif). Jadi hal ini kita kejar tapi kita setiap hari melakukan testing juga yang mungkin nggak undang penumpang tapi terus kita testing. Karena ini adalah window time untuk memantapkan sistem.

Di bisnis operator metro, setelah gong operasi, kita seumur hidup itu hanya ada window time saat malam hari. Jadi kalau sekarang kita buru-buru kita seumur hidup selama masa operasi dari malam sampai pagi. Dikorting lagi demobilisasi ganti shift karyawan. Jadi cuma ada beberapa jam untuk memantapkan sistem. Jadi sekarang ini kita fokus ke langkah pemantapan sistem itu supaya handal.

Di luar negeri juga sama, pengujian itu dimantapkan karena kita nggak bisa setop saat operasi.

Jadi arahannya untuk memastikan semua pengujian dilakukan sesuai prosedur, perizinan semua dilengkapi, tarif kita tunggu dan penetapan besaran subsidi.

Tapi akhir Februari masih possible?
Kita masih menargetkan seperti itu. Karena penting juga bagi karyawan yang terlibat juga tetap semangat mencapai target itu meski secara administasi mungkin masih banyak hal yang kita harus lakukan lagi. Tapi targetnya seperti itu, masih belum berubah. (eds/zlf)

Hide Ads