Buka-bukaan Dirut Jiwasraya Hadapi 'Sakitnya' Perusahaan

Wawancara Khusus Dirut Jiwasraya

Buka-bukaan Dirut Jiwasraya Hadapi 'Sakitnya' Perusahaan

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Rabu, 20 Nov 2019 09:59 WIB
Buka-bukaan Dirut Jiwasraya Hadapi Sakitnya Perusahaan
Foto: Rengga Sancaya/detikcom

Tapi meski begitu kan pembayaran ke nasabah masih belum selesai, ditambah kemarin banyak yang nuntut. Itu bagaimana?
Saya sampaikan, oke perusahaan sudah menyatakan going concern, pemegang saham menyatakan akan menyelesaikan. Anda sudah menikmati yield yang tinggi bertahun-tahun, dan sampai hari ini bunga masih dibayar. Nasabah cuma pokoknya yang belum dibayar. Tunggu. Jadi masih ada harapan. Jadi saya bilang ke customer, kalau Anda koperatif, saya bekerja untuk Anda, Anda harus bantu saya.

Saya tanya, Anda bisa minta kalau nggak happy dengan saya bisa minta saya mundur, saya akan mundur. Tapi pertanyaan saya, siapa yang akan mengurusi kalian? Kemarin saya dimarahi sama DPR, makan gaji buta. Saya bilang, di sini tolong ya, sampaikan ke DPR, saya mengapresiasi ke tim ini semua, ini adalah pejuang Jiwasraya, nggak tahu apa-apa dimaki-maki orang.

Memang di sini ada luxury facility?

Nggak ada, di sini nggak ada luxury. Nggak ada yang tinggal di rumah dinas, rumah mewah nggak ada. Tinggal di rumah pribadi semua. Dapat fasilitas loh padahal rumah dinas. Itu rumah dinasnya saya tawar-tawarin mau dijual. Rumah dinasnya itu mewah-mewah, terlalu mewah buat saya. Saya nggak ambil. Itu mau diproduktifkan, entah saya jual, kalau itu boleh dijual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi intinya saya fokus mencari funding untuk menggantikan aset yang hilang, aset yang tidak tercover. Saya juga kerja sama dengan mengambil risiko ada investor yang tidak mau masuk dalam bentuk equity, tapi dia mau menjalankan bisnis mengambil risiko dia sendiri. Jadi kita yang jalanin, cuma risikonya diambil dia 40%, kita 60%. Namanya financial reinsurrance, dengan perusahaan asuransi luar negeri. Itu tapi porsinya kecil, paling kita dapat Rp 1 triliun. VINRE

Memang kalau seperti ini pemegang saham memang berperan, inisiatifnya itu pemegang saham, ini sudah keluar dari korporasi. Nah sekarang korporasinya saya lakukan apa? di intern, sama transformasi. Produk-produk yang merugikan, saya benerin. Bisnis proses saya perbaiki sehingga lebih efisien.

Sekarang saya nggak perlu kantor wilayah, saya nggak perlu kantor cabang. Sekarang dengab teknologi semua, proses di seluruh Indonesia sudah ke sini (pusat). Dulu dicetak di kantor cabang, diproses di kantor cabang, dikonsolidasikan, bisa selisih itu. Sekarang di dalam tinggal isi form, online, sudah langsung ke sini. Dokumen dipotret, diimage. Itu proses yang sudah menghemat ratusan orang. Karena sudah nggak ada kerjaan. Problem baru.

Berapa orang itu? Ratusan?
Saya sangat mengerti, bayangkan. Tadinya kan di kantor wilayah ada, di kantor cabang ada. Di kota Surabaya itu ada satu kantor wilayah, ada utara, timur, selatan, barat. Ada 5 kantor lah. Sekarang tinggal customer service lah yang urus-urus, tapi cuma berapa orang. Kemarin bulan September ada 179 orang. Ditarik ke sini.

Ya kalau dari sisi kemanusiaan memang dilema. Tapi bagaimana? ini kan perusahaan. Misalnya di Manado. Manado tinggal 3 orang, tadinya 17 orang. Itu yang 3 orang ke sini. Yang tadinya bisa nggak kost, sekarang kost.

Total berapa karyawan yang kena?
Ada beberapa. Terus kemudian saya belum layoff. Jadi ada yang volunteer (mengundurkan diri). Itu rata-rata mereka hitung-hitungan. Biasanya bukan tulang punggung, bersaing lah mereka. Volunteer sendiri.

Karena begini saya ubah, saya butuh korporasi. Dulu korporasi itu ekstrem, kita punya ribuan nasaba, termasuk yang BUMN dan non BUMN, tapi nggak ada yang urus. Sekarang mau perkuat korporasi, kita butuh banyak orang korporasi, sekarang ada yang urusi. Jadi kita perbaiki sekarang, kita pakai B to B dengan perusahaan-perusahaan. Dulu pakai pihak ketiga, pakai agen atau pakai konsultan. Sekarang sudah nggak ada bayar-bayaran. Sekarang langsung.

Nah itu yang kita lakukan internal, jadi efisiensi, penataan bisnis proses, culture governance, manajemen resikonya. Saya bangun juga aset liability manajement. Minimal sebulan dekali dalam keadaan normal. Jadi sekarang semua orang paham tarhadap perusahaan. Ada komite investasi saya hidupkan. Transparan sekarang. Kemudian saya membangun kompetensi. Audit, bentuk audit kemana. Sekarang risk based audit, bukan compliance based. Nggak pantes senior manajer ke atas nggak tahu perusahaan, itu nggak pantas.

Kelanjutan 8 Investor asing yang mau masuk bagaimana? Siapa yang terpilih?
Itu satu yang akan ambil alih Jiwasraya. Angkanya nggak bisa disebutkan. Saya belum bisa sebut pokoknya. Nanti bisa tawar-menawar. Kita sudah buat valuasi.

Kembali lagi ke nasabah. Yang dikhawatirkan nasabah kan uangnya tidak kembali. Menurut Anda, bisa nggak uang nasabah kembali semua?
Saya tanya kepada nasabah. Ada yang menempuh jalur hukum. Saya tanya, jelaskan ke saya, dengan jalur yang Anda tempuh itu, uang Anda akan kembali? Jelaskan ke saya. Tujuan Anda apa? Kalau Anda ingin uang kembali, bukan itu caranya.

Kalau sampai perusahaan ini dipailitkan, dilikuidasi, silakan aset liabilitynya kasih ke kurator, silakan urus. Itu bisa 10 tahun. Dan itu juga musti dicicil, misalnya 1 rumah laku, dibagi rata semua. Bisa kebagian hanya Rp 100 ribu itu.

Jadi, cara ini, cara fundamental, bagaimana memperoleh, untuk mengembalikan kepada nasabah. Waktu, ya dia dischedule. Cepat atau lambat ya tergantung.

Jadi pasti kembali?
Pegang saja. Pemerintah nggak diam. Sekarang ada wakil menteri BUMN. Nggak main-main kita. Saya ini enteng saja. Enteng dalam arti begini, saya bekerja keras komitmen. Paling tidak, kita punya harapan. Itu penting punya harapan.

Jadi saya tidak marah meski mereka (nasabah) marah-marah. Saya tidak berhak marah, percuma. Makanya kita memberikan empati kepada mereka, rata-rata kalau kita berikan empati, mereka mau dengar.

(fdl/dna)
Hide Ads