-
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengambil keputusan besar untuk dunia investasi Malaysia. Pria berusia 93 tahun tersebut membatalkan dua proyek strategis yang dibiayai dari pinjaman China sebesar US$ 20 miliar.
Dua proyek yang dimaksud adalah proyek East Coast Rail Link (ECRL) dan proyek pipa gas alam di Sabah.
Sebenarnya apa alasan PM Malaysia itu bertindak tegas untuk membatalkan Megaproyek? Apakah hal ini juga berkaitan soal kondisi keuangan di Malaysia? Berikut berita lengkapnya:
PM Malaysia Mahatir Mohamad membatalkan 2 Megaproyek senilai US$ 20 juta atau setara Rp 209 triliun.
Mengutip reuters, Selasa (21/8/2018), keputusan tersebut disampaikan Mahathir dalam lawatan 5 harinya di negeri tirai bambu. Ia mengatakan, proyek bakal ditunda hingga Malaysia benar-benar mampu.
Kantor perdana menteri Malaysia mengkonfirmasi kebenaran pernyataan yang disampaikan Mahathir kepada awak media di Beijing.
Mahathir mulai membatalkan dan menunda proyek-proyek China di Malaysia sejak dia memperoleh kembali kepemimpinannya sebagai perdana menteri dalam pemilihan umum pada Bulan Mei lalu.
Alasan yang disampaikan Mahathir adalah terkait kemampuan Malaysia untuk membayar utang yang diberikan China untuk pembangunan proyek infrastruktur di negeri Jiran tersebut.
"Saya yakin China tak ingin melihat Malaysia jadi negara bangkrut," kata Mahathir dalam sebuah sesi press conference mengakhiri lawatan 5 harinya di China belum lama ini, seperti dikutip dari reuters, Selasa (21/8/2018).
Cerita gagal bayar utang terhadap China memang sering menjadi pembahasan menarik. Salah satunya seperti dialami Sri Lanka contohnya. Bantuan yang diberikan China malah berujung buntung karena Sri Lanka malah harus merelakan pelabuhan dan bandara miliknya untuk dikelola China.
Pada 2017 Sri Lanka harus merelakan pelabuhan tersebut kepada China karena tidak mampu membayar utangnya. Keputusan tersebut dilakukan dengan menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik negara China selama 99 tahun.
Pasalnya, kala itu Sri Lanka tercatat memiliki utang sebesar US$ 8 miliar kepada China. Bila dihitung, untuk membayar utang laur negeri kepada China dan negara lain akan menghabiskan 94% dari produk domestik bruto (PDB) Sri Lanka.
Proyek yang dibatalan Oleh Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohamad adalah proyek East Coast Railway Link (ECRL) yaitu Kereta Api Pantai Timur
Jika proyek ini terealisasi, Malaysia akan memiliki rel kereta api spanjang 688 kilometer.
Jalur ini akan menghubungkan kawasan Laut Cina Selatan di pantai timur Semenanjung Malaysia. Kawasan ini memiliki rute pelayaran strategis di wilayah barat.
Proyek ini merupakan bagian utama dari dorongan infrastruktur China agar kawasan Asia bisa terhubung dalam rencana China's Belt and Road Initiative (BRI). Bila jadi, China akan lebih mudah mengirim barang ke negara-negara Asia Tenggara.
Proyek ini rencanannya akan dikerjakan oleh China Communications Construction Co (CCCC) dengan total tenaga kerja dan staf lokal 2.250 orang.
Sebelum resmi dibatalkan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, megaproyek East Coast Railway Link (ECRL) yaitu Kereta Api Pantai Timur pernah ditangguhkan atau dihentikan sementara proses pengerjaannya pada 4 Juli 2018.
Penghentian sementara proyek tersebut dilakukan setelah dua bulan pemenangan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dari PM sebelumnya yaitu Najib Razak. Penangguhan dilakukan saat Malaysia berusaha menegosiasikan kembali kesepakatan dengan China.
Pada awal Juli lalu Malaysia memberikan alasan pada China bahwa penghentian proyek tersebut terlalu mahal. Pada Juli lalu pihak Malaysia sudah berupaya untuk mengunjungi China untuk segera menegosiasikan kembali syarat-syarat kesepakatan soal proyek ECRL. Pasalnya harga dari proyek tersebut hampir 50% lebih tinggi dari perkiraan di bawah pemerintah sebelumnya.
Setelah Juli beredar informasi negosiasi, selang satu bulan kemudian pada 21 Agusus Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, akhirnya secara resmi menghentikan pembangunan megaproyek yang sedianya akan dibiayai dari pinjaman China.
Hingga Maret 2018, rasio utang Malaysia tercatat sebesar 51% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Angka tersebut tergolong tinggi. Menurut kajian terbaru international monetary fund (IMF), rasio utang bisa dikatakan aman apabila masih di bawah 60% terhadap PDB.
Artinya, rasio utang Malaysia masih dikatakan aman meskipun sudah mendekati batas.
Di sisi lain, utang Malaysia tercatat masih didominasi dalam bentuk mata uang lokal. Masih mengutip Reuters, utang Malaysia tercatat 97%-nya dalam bentuk ringgit.
Hal ini menguntungkan bagi pemerintah Malaysia, lantaran lebih kuat terhadap dampak gejolak ekonomi global.
Sederhananya, bila nilai tukar Dolar AS meningkat, beban utang yang harus dibayarkan tak ikut meningkat terlalu tinggi karena kewajiban yang harus dilunasi masih berbentuk ringgit.