Jakarta -
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani membeberkan usulan ke pemerintah untuk stimulus modal kerja bagi dunia usaha. Rosan mengungkapkan, dari hasil diskusi berbagai asosiasi pengusaha pada pekan lalu mengusulkan stimulus modal kerja untuk korporasi hingga 6 bulan ke depan yang dibutuhkan mencapai Rp 300 triliun.
Asosiasi pengusaha yang mengusulkan modal kerja tersebut antara lain Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dan sebagainya.
"Untuk modal kerjanya kami mendapatkan masukan dari asosiasi-asosiasi yang Sabtu kemarin kita bicara. Mereka memberikan gambarannya untuk 6 bulan ini di level Rp 300 triliun," kata Rosan kepada detikcom, Sabtu (6/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain untuk korporasi, para pengusaha juga mengusulkan modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelamatkan UMKM dari gempuran virus Corona (COVID-19) mencapai Rp 100 triliun.
Saat ini, pemerintah sudah menggelontorkan stimulus dalam bentuk restrukturisasi kredit bagi UMKM dan korporasi. Namun, menurut Rosan jika restrukturisasi kredit sudah dilaksanakan tanpa adanya modal kerja, maka kinerja dunia usaha tak akan kembali optimal.
"Modal kerja baik untuk UMKM dan juga untuk korporasi. Karena kalau hanya direstruktur saja tapi tidak ada modal kerjanya ya nggak optimal juga," paparnya.
Menurut Rosan, pemerintah sudah punya kemampuan untuk menggelontorkan stimulus modal kerja tersebut karena dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 1/2020, Bank Indonesia (BI) sudah bisa membeli surat utang pemerintah di pasar lelang. Pembelian surat utang pemerintah tersebut merupakan langkah quantitative easing (QE), sehingga pemerintah bisa menginjeksi likuiditas ke perbankan dari hasil yang sudah dibeli BI.
"Dananya ini memang kan dari Menteri Keuangan, mereka penempatan ke perbankan yang dananya memang dari BI. Kan BI sudah bisa beli Surat Utang Negara (SUN). Jadi sudah bisa sebetulnya," jelas Rosan.
Berlanjut di halaman berikutnya.
Namun, Rosan mengatakan untuk menghindari moral hazard dari usulan tersebut maka tak semua stimulus modal kerja digelontorkan dari pemerintah.
"Rencananya 80% dari penjaminan pemerintah, agar 20% dari banknya. Jadi supaya tidak ada moral hazard," tuturnya.
Selain itu, Rosan juga mengusulkan bunga yang diperoleh dari stimulus modal kerja tersebut tidaklah menggunakan skema market rate.
"Suku bunga kita bicara juga, juga, karena ini penyelamatan memang diharapkan jangan pakai market rate. Kalau misalnya pun 4,5%, selama 3 tahun mungkin kalau pembayarannya itu di belakang atau bullet payment itu masih mungkin bisa oke. Padahal harapan kami di level 2% tadinya. Tetapi kelihatannya kalau di bullet payment kelihatannya masih bisa oke, jadi bayarnya di belakang, jadi hanya bayar bunga saja," imbuh dia.
Rosan juga menyarankan agar dalam implementasi perolehan modal kerja ini tak harus melalui dua lapis yakni bank peserta dan bank pelaksana.
"Apalagi kalau pakai struktur yang bank peserta dan bank pelaksana itu akan menambah cost. Kan bank pasti akan mengambil untung juga. Kita melihatnya sih nggak usah ada dua layer. Mestinya langsung ke bank pelaksana dan ini kita sudah usulkan ke Kemenkeu juga. Dan ini kita bicarakan. Kalau ada bank peserta dan pelaksana, itu implementasinya sangat sulit untuk berjalan," ucap Rosan.
Ia mengatakan, keseluruhan usulan stimulus modal kerja tersebut sudah didiskusikan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Ia mengungkapkan, ketiga menteri tersebut sudah memberikan lampu hijau.
"Saya berbicara dengan Pak Menko, baik Pak Menko Perekonomian, Pak Menko Marves, Pak Menperin. Dari pemerintah sudah memberikan sinyal akan memberikan modal kerja. Itu yang saya sambut baik. Atas usulan Kadin dan dunia usaha," tutur dia.
Hanya saja, untuk pelaksanaannya masih menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menegaskan, stimulus modal kerja ini perlu dipertimbangkan untuk keberlanjutan dunia usaha sebagai lapangan kerja, yang ujung-ujungnya untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih banyak lagi.
"Memang angkanya ini masih menunggu dari OJK dan Kemenkeu. Nah yang kami ingatkan ini jangan sampai angkanya ini terlalu sedikit, terlalu kecil. Sehingga tidak optimal penyelamatan ini terutama untuk UMKM yang terdampak lebih cepat dan lebih besar. Karena kalau enggak nanti yang dirumahkan dan di PHK terus bertambah," urainya.
Klik halaman berikutnya >>>
Rosan sendiri memahami dalam memberikan segala stimulus pemerintah perlu memperhatikan defisit APBN yang akan melebar. Namun, ia mengatakan Kadin sejak lama sudah mengingatkan pemerintah bahwa defisit APBN akan lebih lebar dari yang dipatok pemerintah bahkan diprediksi tembus 10%.
"Kita sudah memprediksi ini sejak awal bulan April, saya ingat. Ya akan lebih tinggi. Kita sudah kasih surat,dan CC juga ke Menkeu awal April kok bahwa ini akan di level 10% minimal untuk defisitnya," kata Rosan.
Ia menuturkan, seharusnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melihat bahwa defisit ini akan jauh lebih besar.
"Mestinya dari Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK itu sudah memperkirakan angka yang besarnya," ujarnya.
Ia pun menyoroti angka defisit APBN yang sudah direvisi berkali-kali. Perlu diketahui, dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 pemerintah menyebut defisit APBN sebesar 5,07% terhadap PDB atau Rp 852,9 triliun. Namun, angka itu dikoreksi menjadi 6,27%. Pada Rabu (3/6) lalu Sri Mulyani kembali merevisi defisit APBN, yang melebar ke level 6,34% atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap PDB.
"KSSK ini kan kredibilitasnya jadi menurun kalau misalnya sampai 3 kali revisi, dari 5,07%, ke 6,27% sekarang 6,34%. Dan kita sudah memberikan masukan bahwa defisitnya akan di atas 10%. Malah hitungan kami karena penerimaan pajak akan berkurang, belanja pemerintah akan bertambah, ditambah lagi kebutuhan untuk stimulus ini nilainya itu sangat besar, terutama untuk UMKM yang 50% sudah terdampak," tutup Rosan.
Simak Video "Paket Stimulus Ekonomi Sudah Cair, Manfaatnya Mulai Kerasa Dimana-mana"
[Gambas:Video 20detik]