Jakarta -
Indonesia resmi resesi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal III negatif 3,49%. Ekonomi RI sudah terkontraksi sejak kuartal II dengan negatif 5,32%. Apakah resesi akan berkepanjangan?
Indonesia resesi bakal berlanjut jika ekonomi kuartal IV negatif. Berdasarkan prediksi para ekonom, ekonomi Indonesia masih akan negatif di kuartal terakhir tahun ini.
"Kalau kita berbicara prospek ekonomi, pemulihan ekonomi di kuartal IV itu relatif masih akan berada di level negatif," kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi detikcom, Kamis (5/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Pihaknya memprediksi ekonomi kuartal IV minus 2-3%.
"Harapan membaik, tapi saya harus buka data lagi, angka (prediksi) kita memang masih sekitar angka minus 3% pada triwulan IV, 2% sampai 3% minus," sebutnya.
Penyebabnya bisa dibaca di halaman selanjutnya.
Proyeksi di halaman sebelumnya karena melihat faktor pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal III yang perbaikannya lambat. Padahal konsumsi rumah tangga ini merupakan kunci untuk menggerakkan ekonomi.
"Jadi ini semakin menguatkan bahwa prospek ekonominya masih belum membaik, dan ini yang kemudian bisa berdampak terhadap pelaku usaha masih menahan laju ekspansi usaha. Kemudian karena tenaga kerja bertambah sementara pekerjaannya sedikit, ini yang akan berdampak terhadap peningkatan jumlah pengangguran," jelas Rendy.
Sedangkan Tauhid melihat ada tiga gejala yang bakal membuat ekonomi Indonesia masih negatif di kuartal IV. Pertama karena kasus COVID-19 belum turun signifikan, masih naik dan turun.
Faktor kedua karena program bantuan sosial (bansos) jumlahnya tidak signifikan membantu atau memulihkan daya beli masyarakat yang tergerus di saat pandemi.
"Rata-rata katakanlah (nilai bansos) Rp 600 ribu. Kalau pengeluaran mereka katakanlah Rp 2,5 juta per keluarga, (Rp 600 ribu) itu paling sekitar 20an% lah, nggak cukup. Sementara mereka kehilangan pendapatannya jauh lebih besar dari bantuan yang diberikan oleh pemerintah sehingga tidak cukup mampu mengurangi kehilangan tersebut," paparnya.
"Yang ketiga UMKM. UMKM kan sudah dibantu (oleh pemerintah) dan sebagainya tapi kan demand (permintaan) masyarakat masih belum pulih untuk kebutuhan barang dan jasa," tambahnya.
Vaksinasi jadi obat penyembuh resesi? Klik halaman selanjutnya.
Indonesia tersungkur ke jurang resesi akibat merebaknya virus Corona yang mengganggu aktivitas ekonomi. Bahkan masih ada sektor usaha yang dilarang beroperasi untuk mencegah penularan. Jadi, Tauhid mengamini bahwa vaksinasi jadi jalan keluar Indonesia dari jurang resesi.
"Secara fundamental iya, karena kita lihat data PMI (Purchasing Managers Index) kita kan kemarin sudah mendekati angka 50 terus turun lagi karena PSBB," katanya.
Akibat merebaknya virus Corona, dia mengatakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga masih rendah. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), angkanya ada di level 83,4 pada September, lebih rendah dibandingkan 86,9 pada Agustus 2020.
"Normalnya kan 100. Mereka nggak yakin begitu. Karena aktivitas ekonomi ketika masih ada hambatan orang konsumsi karena takut, karena orang nggak bisa ke mana-mana, semua menghindari aktivitas fisik yang berlebihan, ya otomatis (solusinya) vaksinasi. Jadi kuncinya adalah bagaimana memang vaksin ini bisa diupayakan lebih cepat," jelasnya.
Rendy juga menilai vaksinasi bakal meningkatkan kepercayaan konsumen, khususnya kelas menengah atas.
"Tentu vaksin ini bisa menambah kepercayaan khususnya kepercayaan kelas menengah ke atas untuk melakukan aktivitas ekonomi seperti biasa. Idealnya kan memang seperti itu," sebutnya.
Tapi proses vaksinasi tidak instan dan membutuhkan waktu. Untuk itu, dia menilai yang saat ini bisa dilakukan pemerintah sambil menunggu kepastian vaksin adalah melanjutkan langkah mitigasi dari sisi kesehatan dengan lebih agresif.