Saham Industri Teknologi Masih Jadi Pilihan? Ini Kata Pengamat

Saham Industri Teknologi Masih Jadi Pilihan? Ini Kata Pengamat

Dea Duta Aulia - detikFinance
Rabu, 18 Mei 2022 17:40 WIB
Woman looking stock market Data on smart phone
Foto: Getty Images/iStockphoto/Orientfootage
Jakarta -

Sejumlah saham perusahaan teknologi yang telah melantai bursa sedang mengalami penurunan, salah satunya GOTO. Bahkan berdasarkan data dari RTI Business tercatat pada Jumat, (13/5), harga saham GOTO berada di Rp 194 per lembar saham.

Kapitalisasi pasar GOTO ambles 42,6% dari saat penawaran umum (IPO). Sebagaimana diketahui harga saham GOTO saat IPO ditawarkan di Rp 338 per lembar.

Menurut Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada, penurunan harga saham perusahaan teknologi disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya berasal dari para pelaku pasar itu sendiri. Menurutnya, saat ini, masih banyak pelaku pasar yang masih menggunakan pendekatan konvensional terhadap perusahaan teknologi yang telah melantai di bursa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Problemnya pendekatan baru itu yang masih banyak belum diketahui oleh pelaku pasar. Karena mereka melihatnya kondisi fundamental perusahaan tersebut, berapa potensi pertumbuhan pendapatannya, berapa potensi pendapatan mereka, berapa potensi memperoleh laba income. Laba bersih itu yang mereka lihat dan seberapa besar pertumbuhan yang mereka bisa capai. Pendekatan tersebut cenderung masih tergolong konvensional," katanya kepada detikcom, Senin (16/5/2022).

Ia menambahkan perusahaan teknologi tidak bisa 100% menggunakan pendekatan konvensional. Sebab mereka menjual jasa dan sistem. Mereka cenderung banyak menghabiskan dana untuk perawatan keamanan jaringan dan promosi dari pada bahan baku. Hal itu berbeda dengan perusahaan tambang, pendapatan lini bisnis tersebut bisa dengan mudah untuk dihitung.

ADVERTISEMENT

"Kalo perusahaan teknologi seperti BUKA atau GOTO itukan lebih banyak jualan sistem. Dari sisi biaya mereka lebih banyak biaya maintenance keamanan jaringan dari pada bahan baku. Karena mereka kan tidak ada bahan baku dan produksi," katanya.

Menurutnya, ada pula pelaku pasar yang memandang perusahaan teknologi dengan melihat dari Price Earnings Ratio (PER). Pelaku pasar cenderung memilih suatu perusahaan yang memiliki PER lebih rendah. Padahal perusahaan teknologi sendiri tidak ada yang PER-nya rendah. Oleh karena itu wajar jika saat ini fundamental perusahaan teknologi cenderung memerah.

"Ada sebagian pelaku pasar masih melihat valuasi PER. Mereka punya patokan, kalo mau berinvestasi 3x atau 5x. Padahal perusahan tekno (teknologi) tidak PER-nya yang serendah itu," ujarnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Saat ini, untuk dapat memetik 'buah manis' dari investasi di perusahaan teknologi harus dilihat dari dua sudut pandang berbeda. Menurut Reza, dilihat dari sisi imbal hasil tentu investor harus lebih bersabar. Namun dilihat dari sisi seorang pebisnis investasi di perusahaan tekno menghadirkan cerita sendiri.

"Tapi ada pula yang mengincar imbal hasil terserah perusahaan mau berbisnis apa. Pola ini mungkin untuk saat ini belum bisa merasakan 'buah manis' investasi di saham teknologi. Karena masih lebih besar persepsi negatifnya ketimbang persepsi positifnya," ujarnya.

Meskipun saat ini perusahaan secara angka masih memerah, namun di sisi lain investasi di saham teknologi masih menghadirkan keuntungan tersendiri.

Sebagai contoh investasi Telkomsel di GOTO. Jika dilihat dari sisi imbal hasil akan terasa merugikan sebab harga sahamnya sedang mengalami penurunan. Namun jika dilihat dari sisi berbeda yakni pebisnis, investasi Telkomsel yang dilakukan di GOTO bisa menghadirkan keuntungan tersendiri seperti penambahan pengguna kartu Telkomsel dan lainnya.

"Kalo dilihat dari kasus Telkomsel banyak juga yang inject ke GOTO. Mereka mungkin lebih melihatnya dari sisi bisnisnya, GOTO seberapa besar penggunanya, jaringan sistemnya, dan ekosistemnya seperti apa," jelasnya.

Menurutnya, cara berpikir ala pebisnis dalam investasi saham sudah wajar terjadi. Sebab biasanya pebisnis akan lebih condong melihat perusahaan yang akan diinvestasikan dari sistem yang dibangun, ekosistem, dan banyaknya pengguna. Oleh karena itu untuk menentukan untung-rugi investasi di perusahaan teknologi harus dilihat dari sejumlah sisi.

Untuk sisi pelaku pasar yang condong imbal hasil, menurutnya tidak ada masalah jika ingin melakukan investasi di perusahaan teknologi. Menurutnya, sepanjang inovasi yang dihadirkan oleh perusahaan teknologi masih digunakan oleh masyarakat maka tidak ada masalah kalau ingin melakukan investasi lini tersebut.

"Kalau memang ingin investasi di saham tekno, sepanjang kalau usaha mereka masih going consent, kalau aplikasi mereka masih banyak digunakan oleh masyarakat saya pikir tidak masalah kalau mau investasi di perusahaan teknologi. Problem investor ritel itu mereka sudah yakin tapi begitu ada fluktuasi harga mereka tidak tenang. Kalo seperti itu lebih baik trading akan lebih nyaman," katanya.

Menurutnya, untuk memberikan rasa tenang kepada investor ketika fluktuasi harga terjadi maka perusahaan teknologi yang telah melantai di bursa harus melakukan sejumlah hal. "GOTO tujuan mereka sebagai Tbk yang sahamnya tercatat di bursa itu memang harus dipenuhi, (GOTO) harus merilis laporan keuangan tepat waktu, keterbukaan informasi, dan (memberitahu) aksi korporasi yang bisa disampaikan kepada publik," katanya.

Reza berpesan khususnya kepada investor pemula, sebaiknya dalam berinvestasi di suatu instrumen investasi harus dibekali dengan sejumlah ilmu. "Sebelum masuk ke saham ini harus mempunyai bekal (ilmu). Untuk mendapatkan (ilmu) itu investor harus cari tahu dan banyak belajar seluk beluknya. Inves itu jangan ikut-ikutan. Instrumen investasi itu harus dipelajari," tutupnya.


Hide Ads