Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjelaskan kabar soal PT Freeport Indonesia protes soal aturan bea keluar. Apalagi, sampai harus menggugat aturan pemerintah.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan memang ada sedikit masalah pada aturan baru soal bea keluar. Namun, dia bilang hal itu akan dibicarakan langsung ke Kementerian Keuangan. Dia menjamin Freeport Indonesia tidak melakukan banding ataupun gugatan ke pemerintah.
"Jadi itu kan memang ada konsep nail down dulu kan, itu kita ada beberapa hal aja yang harus didiskusikan ke Kemenkeu, tapi nggak ada itu protes atau yang lain," ungkap pria yang akrab disapa Tiko itu di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2023).
"Kita nanti Freeport bakal diskusi sama Kemenkeu," ujarnya.
Sebelumnya, diberitakan keberatan Freeport muncul pada aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang baru saja diterbitkan pemerintah.
PT Freeport Indonesia (PTFI) sebelumnya sudah sempat menjelaskan soal kabar perusahaan mau menggugat pemerintah Indonesia terkait aturan bea keluar.
Freeport Protes Bea Keluar
VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia Katri Krisnati menjelaskan pihaknya mengajukan keberatan dan banding untuk penetapan bea keluar.
Katri mengatakan, pada akhir 2018, Pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan Inc., selaku pemegang saham PT Freeport Indonesia (PTFI), mencapai kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai hasil dari perundingan panjang terkait divestasi.
Hal ini termasuk kebijakan bagi kegiatan operasi produksi PTFI guna menciptakan manfaat optimal bagi seluruh pemangku kepentingannya. "Salah satu ketentuan yang diatur dalam IUPK tersebut adalah mengenai tarif bea keluar yang berlaku bagi PTFI selama jangka waktu IUPK," jelasnya kepada detikcom.
Katri melanjutkan, pihaknya mengajukan keberatan dan banding terhadap penetapan bea keluar.
"Adalah wajar bagi setiap pelaku usaha untuk menempuh mekanisme keberatan dan banding tersebut apabila ada perbedaan pandangan antara otoritas kepabeanan dengan pelaku usaha yang bersangkutan dalam penerapan peraturan kepabeanan," jelas Katri.
(hal/ara)