Pelaku fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) semakin marak di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 286 fintech di Indonesia, dan 55% di antaranya adalah P2P lending atau pinjol.
Di OJK sendiri, baru ada 124 pinjol yang terdaftar dan 33 yang sudah memiliki izin OJK.
"Nah yang sangat besar perkembangannya itu adalah P2P, 55%. P2P ini pengawasannya ada di OJK, dan kalau kita lihat ketentuannya baru dikeluarkan tahun 2016 POJK nomor 77. Tetapi jumlahnya itu sudah cukup banyak, P2P yg diawasi di OJK adalah 124 yang punya status terdaftar, ada 33 yang berizin. Ini tentu kita harus melihat bagaimana perkembangannya, mengawasi bagaimana manajemen risiko dari P2P lending ini, bagaimana pengamanan kepada konsumen, dan lain-lain," ungkap Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida dalam peluncuran virtual Indonesia Fintech Society (IFSoc), Senin (9/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nurhaida menegaskan, pihaknya tak mau kehadiran fintech menggeser atau mendisrupsi layanan jasa keuangan yang sudah ada sejak dulu, terutama perbankan.
"Kita juga ingin bahwa IKD (Inovasi Keuangan Digital) yang berkembang juga tidak mendisrupsi sektor keuangan yang ada. Jadi banyak kita dengar sekarang bahwa antara IKD atau fintech dengan perbankan ada yang mengatakan ini saling mendisrupsi. Tetapi sebetulnya barangkali tidak demikian," tegas dia.
Oleh sebab itu, pihaknya akan mendorong kolaborasi fintech dengan perbankan. Hal ini dilakukan agar fintech tak menggeser eksistensi perbankan.
"Kalau dilihat dari nature atau sifatnya, itu kelebihannya ada, lalu kelebihan dari lembaga jasa keuangan yang ada sekarang misalnya perbankan juga ada. Mereka sebetulnya sangat memungkinkan untuk berkolaborasi," papar Nurhaida.
Berlanjut ke halaman berikutnya.