Central Bank Digital Currency (CBDC) menjadi salah satu pembahasan hangat di Financial Central Bank Deputies Meetings (FCBD) di Nusa Dua Bali.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengungkapkan CBDC tidak bisa dihindari. CBDC merupakan mata uang yang dibentuk dalam bentuk digital.
"Masalahnya hanya dua, mau dirilis bank sentral dalam bentuk cetak atau diterbitkan oleh private (swasta)," kata Dody dalam konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Jumat (10/12/2021).
Dody mengungkapkan, saat ini perkembangan mata uang digital memang dikuasai oleh swasta. Seperti Bitcoin yang tidak memiliki jaminan di dalamnya.
Jika mata uang digital diterbitkan oleh bank sentral, maka memiliki berbagai manfaat seperti aliran uang yang lebih efisien, tak ada biaya cetak, dan biaya secara makro akan lebih rendah.
"Tapi financial impact-nya harus ditimbang, karena CBDC ini bisa mempengaruhi pergerakan stok uang," jelasnya.
Menurut dia, jika tidak ada monitoring, hal ini akan berdampak terhadap likuiditas dan akan mempengaruhi inflasi dan konsumsi masyarakat.
Dody menambahkan setiap negara pasti akan memiliki standar yang berbeda untuk penerbitan CBDC. "Desain yang dikeluarkan oleh CBDC oleh negara maju akan berbeda, tapi seharusnya transaksi bisa lintas negara dan memungkinkan memudahkan transaksi supaya lebih cepat dan murah. Jadi penting ada standardisasi," ujar dia.
Dalam pertemuan di FCBD, pembahasan CBDC ini masih menimbang pandangan, risiko, dan manfaat apa saja yang akan ditemui. Menurut dia, semua negara membutuhkan kajian laporan dari manfaat CBDC.
Simak Video "BI Bakal Bahas soal Digitalisasi Rupiah di Presidensi G-20"
(kil/ara)