Pasar baja lokal di Indonesia selama ini masih dibayangi impor. Di sisi lain, kapasitas industri baja nasional terus ditingkatkan.
Paling baru, pabrikan baja pelat merah Krakatau Steel baru saja meresmikan operasi pabrik baja Hot Strip Mill 2 di Cilegon. Pabrik ini dinilai dapat meningkatkan produksi baja di dalam negeri.
Lalu apakah Indonesia masih butuh baja impor? Menurut Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim nampaknya Indonesia tidak lagi butuh baja impor dengan kapasitas industri yang ada.
Dia menjabarkan khusus untuk produk hot rolled coil (HRC), kapasitas produksi dalam negeri sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dia menjabarkan kebutuhan baja dalam negeri yang biasa diimpor mencapai 3,5-4,5 juta ton.
"Kalau kita khususkan bicara ke hot rolled coil, kebutuhan yang sering diimpor itu sampai 4,5 juta ton dalam situasi normal, dalam kondisi COVID itu 3,5 juta ton," ungkap Silmy dalam acara Market Review IDX Channel, Rabu (22/9/2021).
Sementara itu, kapasitas produksi Krakatau Steel baru saja bertambah 1,5 juta ton dengan beroperasinya pabrik baja Hot Strip Mill 2 yang baru saja diresmikan. Ditambah lagi selama ini Krakatau Steel mampu memproduksi 2,4 juta ton baja. Totalnya, ada 3,9 juta produksi baja dari Krakatau Steel.
Itu baru Krakatau Steel, produksi baja HRC dari produsen lain bisa mencapai kisaran 1 juta ton. Maka kapasitas produksi nasional bisa mencapai 4,9 juta ton. Dengan data tersebut, dia mengatakan seharusnya impor baja tak lagi diperlukan.
"Kalau kebutuhan yang hanya 3,5-4,5 juta ton, dan produksi 4,9 juta ton sudah dipenuhi, seharusnya nggak dibutuhkan," kata Silmy.
Silmy yakin ke depannya kebutuhan industri baja akan semakin banyak. Apalagi dengan meningkatnya kapasitas industri otomotif dan pembangunan infrastruktur.
"Ini bakal naik kebutuhannya lagi dengan pembangunan industri dan infrastruktur," ungkap Silmy.
(hal/ara)