Jakarta -
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menginisiasi Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan. RUU itu tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguat Koordinasi dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.
RUU itu akan merombak kewenangan dan tugas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, draf RUU Omnibus Law tentang Perbankan dan Sektor Keuangan sudah diterima. Namun belum diagendakan untuk disahkan sebab RUU itu juga merupakan usul dari pemerintah juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah (drafnya diterima Baleg). Tapi belum diagendakan untuk diharmonisasi (dengan usulan pemerintah). Menunggu penetapan Prolegnas," jelas Supratman, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (27/11/2020).
Secara garis besar, RUU tersebut berisi tentang pengawasan perbankan secara terpadu, tindak lanjut pengawasan bank, penanganan permasalahan bank, penataan ulang kewenangan kelembagaan dan sanksi.
Dalam RUU tersebut dimasukkan skema pemeriksaan bersama. OJK dapat bekerja sama dengan BI dan LPS untuk melakukan pemeriksaan bersama. Terdapat juga penanganan Bank Sistemik di mana OJK menetapkan bank sistemik.
Status pengawasan bank pun berubah menjadi 3 yakni Bank Dalam Pengawasan Normal, Bank Dalam Penyehatan, dan Bank Dalam Resolusi.
Dalam RUU itu LPS bisa menerbitkan surat utang, meminjam ke pihak lain, dan meminjam kepada pemerintah jika pada suatu hari mengalami likuiditas.
Kemudian, untuk OJK tugasnya yakni mengatur dan melakukan pengawasan terintegrasi di sektor keuangan serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
OJK juga punya tugas untuk mendukung pelaksanaan kebijakan makroprudensial di sektor perbankan, dan menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial di sektor pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB) sesuai hasil perumusan kebijakan KSSK.
Tugas OJK juga ditambah, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2020, tugas OJK hanya sebagai mengatur dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan jasa keuangannya lainnya.
Kewenangan OJK yang ditambah, yakni memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilan, integrasi, dan atau konversi.
Selain itu OJK juga berwenang untuk menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang pasar modal, dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
OJK juga berwenang untuk menetapkan kebijakan mengenai pemanfaatan teknologi informasi, dalam penyelenggaraan RUPS atau rapat lain, yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan wajib dilakukan oleh pelaku industri jasa keuangan.
Anggota Dewan Komisioner OJK bisa diberhentikan sewaktu-waktu jika tidak melaksanakan atau lalai atau tidak menjalankan dengan baik fungsi, tugas, dan wewenang sesuai peraturan perundang-undangan.
Sementara tugas BI akan berubah dengan memasukkan unsur lapangan pekerjaan. Tugas BI menjadi, mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja, serta turut memelihara Stabilitas Sistem Keuangan.
Kewenangan BI juga diatur dalam UU, BI berwenang melakukan pembelian atau reverse repo Surat Berharga Negara yang dimiliki LPS untuk antisipasi dan pemenuhan kebutuhan likuiditas dalam penanganan permasalahan Bank. Jika terjadi krisis, BI bisa membeli Surat Berharga Negara (SBN) di Pasar Perdana.
Selain itu BI juga bisa memberikan akses pendanaan ke korporasi atau swasta lewat perbankan. Anggota Dewan Gubernur BI juga bisa diberhentikan jika tidak melaksanakan atau lalai atau tidak menjalankan dengan baik fungsi, tugas, dan wewenang sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam RUU tersebut dimasukkan juga Dewan Pengawas Bank Indonesia dan Dewan Pengawas OJK. Dewan Pengawas BI yang menjalankan fungsi pengawasan untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Bank Indonesia. Dewan Pengawas OJK yang menjalankan fungsi pengawasan untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas OJK.
Anggota Dewan Pengawas BI dan anggota Dewan Pengawas OJK menjabat selama 3 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Melalui RUU Omnibus Law Sektor Keuangan tersebut disebutkan, pemerintah dan otoritas terkait dibuat sebuah Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Forum tersebut bertujuan untuk menyelenggarakan pengawasan terpadu melalui koordinasi OJK, BI, dan LPS.
Tugas tiga otoritas itu untuk menyepakati kondisi Bank dan merumuskan rekomendasi kebijakan penanganan permasalahan bank. Keanggotaan forum tersebut terdiri dari Dewan Komisioner OJK, Dewan Gubernur BI, Dewan Komisioner LPS, dan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Adapun dalam Pasal 4 RUU tersebut, Forum itu bertugas :
a.melaksanakan koordinasi dalam rangka pengawasan Bank secara terpadu;
b.merumuskan dan menetapkan indikator dan metodologi penilaian kondisi Bank dengan menggunakan data dan informasi dalam sistem data dan informasi sektor keuangan terintegrasi, termasuk dengan pendekatan proyeksi (forward looking);
c.melakukan analisis, menilai, dan menyepakati hasil penilaian kondisi Bank yang ditengarai memiliki permasalahan Bank;
d.memastikan terbangunnya sistem data dan informasi sektor keuangan terintegrasi antara OJK, Bank Indonesia, dan LPS;
e.melakukan rekonsiliasi data dan informasi sektor keuangan termasuk kondisi Bank yang ditengarai memiliki permasalahan Bank;
f.menelaah, mengevaluasi, dan melakukan sinkronisasi peraturan yang ditetapkan oleh OJK, Bank Indonesia, dan LPS yang terkait dengan penanganan permasalahan Bank; dan
g.memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisioner OJK sebagai pertimbangan untuk penetapan Bank Sistemik, setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan LPS dan penetapan status pengawasan Bank.