Dear Nasabah... OJK Awasi Ketat Restrukturisasi Polis Jiwasraya

Dear Nasabah... OJK Awasi Ketat Restrukturisasi Polis Jiwasraya

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 21 Apr 2021 13:57 WIB
Puluhan karangan bunga berisi dukungan terhadap Program Restrukturisasi Polis membanjiri Kantor Pusat PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Jakarta Selasa (15/12/2020).
Foto: dok. Jiwasraya
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawasi ketat proses restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pengawasan yang dilakukan agar perusahaan asuransi tersebut tidak mengulang kesalahan yang pernah terjadi.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK, Ahmad Nasrullah menilai, masalah gagal bayar polis yang terjadi di Jiwasraya sudah terjadi sejak lama sehingga pihaknya akan mengawasi proses restrukturisasi sebagai penyelamatan keberlangsungan perusahaan.

"Kita akan awasi sejak awal, termasuk ada perbaikan mengenai investasi ke depannya. Mudah-mudahan ini tidak terjadi yang sama," kata Ahmad dalam media briefing virtual tentang Produk Asuransi Unit Link dan Pengawasannya oleh OJK, Rabu (21/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menilai permasalahan besar menimpa perusahaan asuransi dikarenakan adanya unsur fraud. Jika sudah ada unsur tersebut maka perusahaan akan kolaps dan izinnya akan dicabut.

"Untuk IFG akan lebih baik karena di bawah BUMN dan tidak akan terulang lagi," katanya.

ADVERTISEMENT

Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya sedang melaksanakan restrukturisasi untuk menyelamatkan seluruh polis nasabah.

Sampai pada Jumat 16 April 2021, progres restrukturisasi polis Jiwasraya pun terus mengalami eskalasi yang sangat positif. Hal ini ditandai dengan adanya 91,3% atau sekitar 15.934 pemegang polis kategori bancassurance yang telah mengikuti program restrukturisasi. Sementara untuk pemegang polis kategori korporasi, jumlahnya telah mencapai 76,6% atau 148.729 peserta, disusul pemegang polis kategori ritel yang telah mencapai 71,9% atau 131.366 peserta.

Lanjut halaman berikutnya.

OJK mencatat terjadi penurunan jumlah pemegang polis pada industri asuransi, khususnya pada produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit link. Padahal total premi produk ini hampir 50% atau setara Rp 100 miliar dari total premi nasional yang mencapai Rp 200 triliun.

Ahmad menyebut, jumlah pemegang polis untuk produk unit link sebanyak 4,2 juta atau mengalami penurunan sekitar 2,8 juta dari rata-rata tahun sebelumnya yang sebanyak 7 juta pemegang polis.

"Untuk jumlah tertanggung PAYDI, di 2020 turun drastis, ini ada kaitannya dengan kondisi COVID, banyak yang mungkin tidak melanjutkan produk ini, akhirnya putus di tengah jalan, atau mungkin sudah waktunya jatuh tempo, tambahan nasabah baru tidak baru, sehingga turun drastis menjadi 4,2 jutaan," kata Ahmad.

Meski terdampak COVID-19, Ahmad menilai total aset asuransi jiwa mencapai Rp 550 triliun pada Februari 2021 atau terjadi sedikit peningkatan dan masih menjadi yang terbesar dibandingkan dengan aset asuransi wajib yang sebesar Rp 146 triliun dan BPJS Kesehatan sebesar Rp 135 triliun.

Sementara dari sisi premi, untuk asuransi jiwa tercatat Rp 34 triliun, asuransi umum Rp 18,5 triliun, asuransi wajib Rp 1,87 triliun, dan BPJS Kesehatan 22,3 triliun.

Tips aman beli asuransi unit link di halaman berikutnya.

Ahmad mengimbau kepada seluruh masyarakat yang ingin membeli produk asuransi PAYDI atau unit link sebaiknya tidak mudah tergiur atas prospek manfaat yang didapat di kemudian hari.

Dia meminta kepada para calon peserta juga untuk kritis menanyakan risiko apa saja yang akan didapatkan ketika membeli produk asuransi unit link. Sebab, produk unit link ini nantinya akan diinvestasikan di pasar modal salah satu instrumennya saham.

"Supaya calon nasabah betul-betul paham, karena suatu saat bisa turun ke bawah (harga saham). Jadi lagi-lagi ini memang spesifikasi produk ini juga ada, dan semua melakukan ini, dan ini kembali ke nasabah lagi, ditanyakan semua risiko dan semua biayanya," jelasnya.

Jika bagi masyarakat yang tidak tertarik membeli produknya, Ahmad menyarankan jangan sungkan untuk menolak dan memiliki produk investasi lainnya yang sesuai dengan profil risiko masing-masing.

"Kalau ditanya produk unit link, kalau dia tidak tertarik ya jangan dibeli, jadi buka deposito saja. Kita tidak memaksa itu, karena itu mungkin strategi pemasaran saja," katanya.

"Satu yang penting sebagai nasabah bawel di awal, jangan tanya untungnya saja, tapi risikonya apa saja, dan kalau belum butuh produk itu maka deposito saja," tambahnya.


Hide Ads