Kata Analis soal BNI yang Mau Akuisisi dan Bikin Bank Digital

Kata Analis soal BNI yang Mau Akuisisi dan Bikin Bank Digital

Angga Laraspati - detikFinance
Minggu, 17 Okt 2021 21:32 WIB
Ilustrasi Gedung BNI
Foto: Dok. BNI
Jakarta -

Perkembangan bank digital di tengah tren digitalisasi berhasil menarik minat sejumlah investor perbankan. Tahun ini beberapa bank besar bahkan sudah mendeklarasikan tertarik masuk ke layanan bank digital karena potensinya yang besar.

Kini banyak BUKU I dan BUKU II yang berubah menjadi bank digital, seperti yang dilakukan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang secara gamblang telah mempersiapkan bisnisnya menuju bank digital setelah diakuisisi oleh Akulaku.

Lalu ada PT Bank Harda Internasional yang kini menjadi PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang baru saja diakuisisi Mega Corpora akan menjadi sebuah bank digital. Rencana ini akan dilakukan setelah proses akuisisi oleh Mega Corpora selesai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bank lainnya juga akan melakukan hal yang sama adalah PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) saat ini tengah fokus dalam pengembangan inovasi digital, mulai dari pembukaan rekening hingga deposito berjangka online.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga mengakuisisi Bank Royal yang kemudian bertransformasi menjadi bank digital. Kabar terbaru yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang dikabarkan akan melakukan akuisisi bank lain sebagai langkah transformasi digital.

ADVERTISEMENT

Salah satu bank BUMN yang disebut tertarik untuk mengakuisisi bank BUKU I dan BUKU II untuk mendukung transformasi digital yang dilakukan yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

Sebelumnya manajemen BBNI sudah pernah mengatakan siap membidik bank yang masih berada di BUKU I atau II sebelum peraturan OJK terkait penggolongan bank berubah menjadi KBMI. Lewat POJK nomor 12 dan 13 tahun 2021, OJK telah memberikan payung hukum yang jelas untuk industri perbankan.

Meski demikian, manajemen bank pelat merah ini menyatakan perlu ada pertimbangan untuk mengakuisisi bank yang mampu melengkapi bisnis perusahaan. Hanya saja, kalangan analis melihat ekspansi anorganik yang dilakukan bank-bank BUMN termasuk BNI dalam mengakuisisi BUKU I dan BUKU II perlu memperhitungkan sejumlah faktor.

Head of Investment Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich menilai BNI memang memiliki potensi yang besar untuk memiliki bisnis baru seperti bank digital. Apalagi BNI akan menjadi bank utama dari Indonesia untuk pasar luar Indonesia.

"Jadi saya rasa tren akuisisi masih akan relevan ke depannya, karena konsolidasi ini bisa untuk strategi untuk menghadapi masa sulit ini," kata dia dalam keterangannya, Minggu (17/10/2021).

Farash juga mengatakan ke depannya tren akuisisi masih akan relevan ke depannya, dan konsolidasi masih akan berlangsung. Hal ini dilakukan terutama untuk menggalang kekuatan dalam menghadapi situasi sulit di 2020 dan 2021 karena pandemi COVID-19.

Untuk BNI, dia menilai akuisisi berpotensi dilakukan sebagai upaya untuk bisnis bank digital. Apalagi BNI akan menjadi bank utama dari Indonesia di pasar luar negeri. Menurut dia BNI perlu memperkuat infrastrukturnya, yang kemungkinan bisa dicapai dengan langkah akuisisi.

Dia menilai mengakuisisi BUKU I dan BUKU II bisa menjadi langkah strategis BNI. Namun dia menyebutkan kriteria bank yang 'pantas' diakuisisi BNI adalah yang memiliki lisensi valas (valuta asing), serta transaksi internasional lainnya. Dengan begitu BNI bisa berkembang sesuai dengan penugasan yang telah ditetapkan.

"BNI saya rasa perlu BUKU I dan BUKU II tapi yang memiliki lisensi untuk transaksi valas dan yang lainnya, transaksi internasional yang penting. Jadi sesuai core competence yang telah ditetapkan, saya lihat sepertinya strategi di BUMN seperti itu ya," kata Farash.

"Yang penting lisensi bank-nya pas," tambahnya.

Klik halaman selanjutnya >>>

Sebelumnya pada saat paparan kinerja Kuartal 2 beberapa waktu yang lalu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, BNI akan memperkuat permodalan guna menopang ekspansi bisnis baik secara organik maupun anorganik. Dia mengatakan BNI memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang berjalan salah satunya menjadi digital bank.

Meski belum merinci secara lengkap, Royke melakukan sudah melakukan kajian dan mempersiapkan kriteria tertentu untuk memuluskan langkah perusahaan menjadi bank digital.

Adapun kriteria penting untuk langkah tersebut yaitu pemanfaatan teknologi yang cepat dan agile untuk mengembangkan produk dan layanan yang customer centric. Perubahan customer behavior saat ini menjadi semakin dinamis dibandingkan dengan beberapa tahun lalu.

Bank digital membutuhkan sumber daya manusia yang inovatif dan memiliki digital mindset yang kuat serta cost yang murah guna memberikan produk dan layanan yang kompetitif. Selain memperhatikan kriteria tersebut, perseroan juga akan melihat kondisi permodalan.

Perseroan tentunya ingin mendapatkan potensi return yang bagus dan modal yang dialokasikan untuk akuisisi. Sehingga, dibutuhkan pengkajian dan pertimbangan yang matang sebelum perseroan memutuskan untuk melakukan akuisisi tersebut.

"Kami sudah punya semua kajiannya, cuma kriteria menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan," imbuh Royke pada bulan Juli lalu.

Royke juga menuturkan pihaknya memiliki image digital seiring transformasi digital yang dilakukan, sehingga strategi yang berjalan salah satunya menjadi digital bank.

"Masih lihat subjeknya apakah modalnya ada, kemampuan ada, tapi kajiannya sudah ada. Kami semua sudah punya kajiannya, cuma kriteria untuk menjadi digital bank harus dipersiapkan dengan baik bukan sekedar ikut-ikutan," kata Royke.

Dia menambahkan, pihaknya memiliki kriteria untuk menjadi bank digital, harus memiliki kriteria dan tidak asal ambil. Royke menegaskan teknologi menjadi penting yang menjadi pertimbangan.

"Kalau teknologi tidak punya, kita tidak akan bisa jadi bank digital. Kuncinya di teknologi," ujar dia.

Sementara itu, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan sebenarnya tidak ada kriteria khusus yang harus dimiliki oleh bank yang diakuisisi BNI nantinya. Meski demikian, dia menilai BUKU I dan BUKU II yang diambil harus bersih dan tidak bermasalah.

"Tentunya kalau bisa yang bersih, tidak ada karakteristik khusus, karena tentunya BBNI akan mengembangkan sendiri bank digital yang sesuai dengan BBNI," tutur Suria.

BBNI diberi penugasan oleh pemerintah untuk menggarap bisnis perbankan internasional. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah penambahan jaringan kantor di luar negeri baik dalam bentuk kantor cabang, sub-branch atau representative office.

Sebelumnya, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan untuk menentukan lokasi baru, BNI menggunakan strategi capture the flow, baik untuk transaksi trade finance, investasi, serta diaspora Indonesia.

Perusahaan pihaknya akan melakukan kajian feasibility study di beberapa nagara seperti Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah. Saat ini BNI tengah mempersiapkan pembukaan representative office di Amsterdam, Belanda,untuk menggarap pasar di Eropa dan Los Angeles, Amerika Serikat.

"Dengan kehadiran representative office tersebut diharapkan bisa menggarap potensi pasar di pantai barat Amerika dan Kanada," kata dia.

Klik halaman selanjutnya >>>

Permodalan

Soal permodalan sebenarnya bukan jadi masalah untuk BNI. Rasio kecukupan modal BNI hingga semester I 2021 masih terjaga dengan CAR 18% di atas ketentuan minimum 12%. Artinya untuk mengakuisisi suatu bank dengan biaya Rp 1-2 triliun seharusnya bukanlah hal yang harus dikhawatirkan oleh BNI.

Ditambah lagi rencana BNI untuk memperkuat permodalan lewat penerbitan global bond. Untuk itulah BNI melakukan audit terhadap laporan keuangan interimnya untuk kuartal 2 tahun ini.

Tren penguatan nilai tukar rupiah dan appetite investor seharusnya menjadi katalis positif untuk penerbitan obligasi global BNI. Di tahun 2021, BNI telah menerbitkan global bond tepatnya Maret lalu.

Hasilnya permintaan dari investor membludak mencapai US$ 2,2 miliar atau setara dengan Rp 31,2 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.200/US$. Padahal targetnya hanya Rp 7 triliun saja. Artinya global bond BBNI sampai oversubscribed hingga 4,4x.

Buyback saham

Aksi korporasi BNI lain yang patut dicermati adalah rencana untuk melakukan buyback saham. Rencana buyback ini telah mendapatkan izin untuk periode 21 Juli-21 Oktober 2021. BNI sendiri telah menganggarkan buy back sebesar Rp 1,7 triliun dengan target paling sedikit 7,5% dari modal disetor.

Adanya aksi buy back memang dapat mendorong harga saham mengalami apresiasi karena berdampak pada penurunan suplai di pasar. Sepanjang Oktober 2021, harga saham BNI telah naik lebih dari 20%. Tentu ini adalah return yang besar mengingat market cap BNI tidaklah kecil.

Di sisi lain kinerja keuangan BNI juga menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan laporan keuangan interim auditan perseroan per Juni 2021, laba bersih BNI naik 12,8% year on year (yoy) menjadi Rp 5,03 triliun.

Kenaikan laba bersih tersebut didorong oleh kenaikan pendapatan bunga maupun non-bunga lebih dari 15% yoy. Total dana murah (CASA) BNI konsolidasian juga meningkat dobel digit hingga 11,5% yoy. Di saat yang sama, deposito BNI menurun drastic 8,7% yoy.

Tren kenaikan CASA di tengah penurunan deposito membuat biaya dana (Cost of Fund/CoF) yang dikeluarkan oleh BNI menjadi turun 1,2 poin persentase. Hal inilah yang menyebabkan marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) perseroan mampu naik 0,4 poin persentase.

Apabila dilihat dari kualitas asetnya, memang ada peningkatan rasio kredit macet (NPL) sebesar 0,9 poin persentase menjadi 3,9% hingga semester I tahun ini.

Namun demikian rasio Loan at Risk (LaR) BBNI mencatatkan penurunan sebesar 2,2 poin persentase. Dengan adanya pencadangan yang mencukupi dan NPL coverage ratio hingga 215% maka NPL masih cenderung manageable.

Dari sisi aset penyaluran kredit BNI juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Penyaluran kredit BNI hingga paruh pertama tahun ini tumbuh 4,5% yoy di tengah pertumbuhan kredit industri perbankan yang cenderung terkontraksi hingga Juni 2021.

Adanya rencana untuk mencaplok bank BUKU I atau BUKU II, upaya memperkuat permodalan dengan risiko yang terkalkukasi secara cermat, aksi korporasi buy back saham dan perbaikan kinerja keuangan menjadi katalis positif untuk harga saham BBNI.

Konsolidasi Bank Umum Jadi Upaya Penguatan

Sementara itu, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan konsolidasi Bank Umum merupakan suatu upaya penguatan struktur, ketahanan dan daya saing industri perbankan. Dengan begitu bisa mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Konsolidasi juga bisa menjadi upaya untuk mendorong industri perbankan mencapai level yang lebih efisien menuju skala ekonomi yang lebih tinggi.

"Sehingga bank tidak hanya tangguh di lingkup domestik, namun juga kompetitif di lingkup regional dan global," ujar Anto.

Menurut Wimboh, dengan mempertimbangkan persaingan industri jasa keuangan ke depan yang akan semakin ketat dengan era digitalisasi. Dengan demikian, kebutuhan modal juga harus semakin kuat, terutama di sektor perbankan.

"Trennya [di 2021] akan lebih banyak lagi bank yang melakukan akuisisi dan merger," kata Wimboh saat itu.

Kabar dan berita rencana BNI melakukan akuisisi bank sudah pernah terdengar di kalangan para pelaku pasar. Adapun kandidat bank yang diincar ialah bank yang bisa melengkapi bisnis BNI ke depan.


Hide Ads