Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan penataan atas perusahaan pergadaian yang kini tumbuh subur di tanah air. Hal itu dilakukan agar melindungi nasabah dari usaha pergadaian abal-abal.
Ternyata benar saja ada 5 ratus lebih perusahaan gadai yang teridentifikasi belum terdaftar dan memiliki izin dari OJK.
Padahal Peraturan OJK (POJK) Nomor 31/POJK.15/2016 tentang usaha pergadaian memberikan waktu hingga 29 Juli 2018 untuk pendaftaran. Sementara untuk batas waktu pengajuan izin hingga 29 Juli 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut berita lengkapnya:
Deputi Komisioner Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Mochammad Ihsanuddin mengatakan, pihaknya telah melakukan pendataan bersama dengan PT Pegadaian (Persero). Hasilnya ada 585 usaha gadai yang belum terdaftar dan berizin OJK.
"Dikoordinasikan dengan pegadaian sudah terdata 585 gadai yang belum terdaftar dan berizin di OJK. Itu Berdasarkan tukar tukaran data tim kita sama pegadaian," tuturnya di Gedung OJK, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
POJK yang diterbitkan pada 29 Juli 2016 itu sebenarnya sudah memberi waktu kepada usaha gadai selama 2 tahun hingga 29 Juli 2018 untuk pendaftaran. Sementara untuk batas waktu pengajuan izin hingga 29 Juli 2019.
"Jadi gini, setelah tanggal 29 Juli 2018, kalau orang mau mendirikan perusahaan gadai, tetapi mengikuti proses yang langsung mengajukan izin usaha, prosesnya lebih berat," tambahnya.
Berdasarkan POJK tersebut usaha gadai harus berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Kepemilikan sahamnya dilarang dimiliki langsung atau tidak langsung oleh perorangan atau badan pihak asing. Kecuali kepemilikannya dilakukan melalui pasar modal.
Usaha gadai juga harus memiliki modal disetor Rp 500 juta untuk lingkup wilayah usaha kabupaten/kota, dan Rp 2,5 miliar untuk lingkup wilayah usaha provinsi. Modal tersebut harus disetor secara tunai dan penuh atas nama perusahaan pergadaian pada bank umum ataupun bank umum syariah di Indonesia.
Untuk mendorong perusahaan pergadaian melakukan pendaftaran dan perizinan, OJK aktif melakukan sosialisasi di berbagai media. Mulai dari media massa, website OJK hingga radio dangdut.
"Kenapa lewat radio dangdut, itu ternyata cukup efektif. Teman-teman usaha gadai yang belum terdaftar banyak yang tutup," kata Ihsanuddin.
Radio dangdut terbilang efektif lantaran nasabah pergadaian kebanyakan merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebab sosialisasi tersebut ditujukan bukan hanya kepada pelaku usaha pergadaian tapi juga nasabahnya agar tidak terjebak dengan perusahaan pergadaian abal-abal.
OJK saat ini telah mencatat sudah ada 10 perusahaan pergadaian swasta yang sudah memiliki izin. Lalu ada 14 perusahaan pergadaian yang sudah melakukan pendaftaran.
Namun berdasarkan pendataan yang dilakukan OJK dan PT Pegadaian (Persero) masih ada 585 perusahaan pergadaian yang belum mendafatar dan memiliki izin.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 585 usaha gadai yang belum terdaftar dan berizin. Meski begitu sudah ada 25 perusahaan pergadaian yang sudah menghadap ke OJK.
Deputi Komisioner Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Mochammad Ihsanuddin menjelaskan, dari 25 usaha gadai yang sudah menghadap OJK, 10 di antaranya sudah memiliki izin dan 15 sudah melakukan pendaftaran.
Namun dari 15 perusahaan pergadaian yang melakukan pendaftaran, 1 usaha gadai dibatalkan. Perusahaan pergadaian itu bernama PT Rimba Hijau Investasi.
"Dari total 25 itu ternyata 1 perusahaan itu agak melenceng dari kegiatan usaha yang diatur dalam POJK 31/2016," ujarnya
Ihsanuddin menegaskan pembatalan pendaftaran PT Rimba Hijau Investasi sama saja dengan mencabut izinya. Itu artinya entitas tersebut tidak boleh beroperasi lagi. Alasannya karena berpotensi merugikan nasabahnya.
"PT Rimbau Hijau Investasi itu dibatalkan pendaftarannya sama saja dicabut, karena ditengarai akan merugikan konsumen gadai," tegasnya.
Keputusan pencabutan pendaftaran entitas yang beroperasi di Malang, Jawa Timur itu dilakukan berdasarkan dari aduan masyarakat. Ketika diperiksa ternyata kerap terjadi fraud atau tindakan kecurangan yang merugikan nasabahnya.
"Ternyata di Jatim itu marak bisnisnya. Setelah diperiksa diduga terjadi fraud, makanya kita cabut izinnya," tegasnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset dari seluruh industri perdagaian tanah air sudah mencapai Rp 51 triliun lebih. Sebagian besar milik aset tersebut milik PT Pegadaian (Persero).
Deputi Komisioner Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Mochammad Ihsanuddin menjelaskan, total aset milik PT Pegadaian hingga Maret 2018 mencapai Rp 50,9 triliun. Sementara untuk aset perusahan pergadaian Rp 597 miliar.
Catatan aset perusahaan pergadaian swasta tersebut berasal dari 24 usaha gadai yang sudah menghadap ke OJK. Terdiri dari 10 perusahaan pergadaian yang sudah berizin dan 14 yang sudah mendaftar.
"Jadi 24 tadi jumlahnya dengan satu perusahaan saja sudah jauh (seperti) bumi sama langit. Sehingga memelihara yang baru estra hati-hati, agar mereka bekerja dengan baik," tuturnya di Gedung OJK, Jumat (25/5/2018).
Tak hanya berbeda jauh dari sisi aset, PT Pegadaian (Persero) juga memiliki ekuitas yang jauh lebih besar dari pergadaian swasta. Hingga Maret 2018 PT Pegadaian (Persero) memiliki ekuitas hingga Rp 18,9 triliun, sementara total ekuitas dari 24 perusahaan pergadaian itu hanya Rp 86 miliar.
Halaman Selanjutnya
Halaman