Jangan Ada 'Papa Minta Saham' Lagi di Divestasi Freeport

Jangan Ada 'Papa Minta Saham' Lagi di Divestasi Freeport

Hendra Kusuma - detikFinance
Jumat, 30 Nov 2018 07:13 WIB
Jangan Ada Papa Minta Saham Lagi di Divestasi Freeport
Foto: Ardhi Suryadhi
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh jajaran menteri dan pejabat negata yang terlibat dalam proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) dapat menyelesaikan pada akhir 2018.

Jokowi meminta seluruh menteri dapat mempercepat persyaratan di masing-masing sektor agar perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) kembali kepangkuan ibu pertiwi.

Namun, dalam proses tersebut terdapat jatah Pemerintah Daerah Papua, yang mana diharapkan tidak terjadi 'Papa Minta Saham' jilid II.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut laporan selengkapnya:

Jokowi mengatakan, tahapan yang menjadi proses divestasi harus segera diselesaikan, mulai dari penyelesaian isu lingkungan, masalah limbah, masalah perubahan kontrak karya menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), hingga kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika.

Selain itu juga penyelesaian hal-hal yang terkait dengan jaminan fiskal, perpajakan, royalti, stabilitas investasi.

"Saya minta semua tahapan proses divestasi itu bisa diselesaikan dan sudah final sebelum akhir 2018 ini semuanya rampung," kata Jokowi.

Target waktu penyelesaian itu, kata Jokowi dikarenakan proses divestasi PTFI merupakan langkah besar untuk mengembalikan perusahaan tambang besar asal Amerika Serikat (AS) ke pangkuan ibu pertiwi.

Setelah balik ke tanah air, Jokowi menegaskan sumber daya alam yang masih ada akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya Papua.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyebutkan isu sektor lingkungan dalam proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah rampung. Isu sektor lingkungan yang dimaksud adalah membuat roadmap (peta jalan) pengelolaan limbah dan lingkungan sampai 2024.

"Sudah selesai, tadi sudah saya laporin bapak (presiden), kalau saya sudah lapor presiden ya sudah berarti," kata Siti di Komplek Istana, Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Dengan rampungnya peta jalan, maka delapan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) yang ditujukan kepada PT Freeport Indonesia tinggal menunggu rekomendasi Gubernur Papua terkait dengan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

Siti menyebut, dalam minggu depan diharapkan izin tersebut diterbitkan. Sehingga, urusan sektor lingkungan yang berkaitan dengan IUPK sudah rampung.

Jika IPPKH terbit, maka proses selanjutnya adalah pihak PT Inalum membayarkan dana pengambilalihan 51% saham Freeport. Setelah selesai, baru Menteri ESDM Ignasius Jonan menerbitkan IUPK tetap untuk Freeport Indonesia.


Gubernur Papua Lukas Enembe tak ingin ada kepentingan yang bermain pada proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Lukas tidak ingin kejadian di masa lampau terulang dalam pembagian saham yang dijatahkan untuk pemerintah daerah.

"Intinya, keberpihakan untuk masyarakat Papua," kata Lukas di Komplek Istana, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).

Pemda Papua akan mendapatkan 10% dari total 100% saham PTFI. Adapun dari 10% tersebut sebesar 7% untuk pemerintah Kabupaten Mimika dan 3% untuk Pemerintah Provinsi Papua.

Agar Pemda Papua dapat menerima dividen yang efisien dan mempunyai potensi tetap mendapatkan pendapatan atas kepemilikannya (tidak langsung) di PTFI maka Dari 51,2% saham PTFI yang dimiliki oleh Indonesia, Inalum akan secara langsung memiliki saham PTFI sebesar 26,2%, sementara 25% saham akan dimiliki oleh PT Indocopper Investama (PTII).

Saham PTII akan dimiliki oleh Inalum sebesar 60% dan BUMD Papua sebesar 40%. BUMD Papua akan memiliki 10% saham PTFI, dari total itu porsi Pemprov Papua 3% dan Pemkab Mimika 7%.

Di BUMD, Pemprov Papua punya saham sebesar 30% dan Pemkab Mimika 70%. Inalum akan memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar US$ 850 juta yang dijaminkan dengan saham 40% PTII.

Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD, namun dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan. Dengan demikian, Pemda Papua dengan kepemilikan saham 10% tidak mengeluarkan usng sepeser pun karena ditanggung Inalum dan akan dibayar dengan dividen.

Menurut Lukas skema yang ditawarkan itu belum diputuskan, yang pasti dirinya tidak ingin kejadian di masa lampau seperti isu 'papa minta saham' terulang lagi

"Banyak orang yang meminta saham. Mau bapak minta saham, mama minta saham, kan banyak. Jadi Presiden tidak menginginkan seperti itu. Proses negosiasi tidak boleh ada orang lain masuk dengan cara seperti itu. Ini buat Indonesia, 51% milik pemerintah Indonesia," jelas dia.

"Kan sebelumnya sudah terjadi. Itu salah satu proses kenapa cepat terjadi, karena di sini tidak ada niat seperti itu. Sehingga akan jalan cepat ini. Desember selesai ini," tambah Lukas.


Penerbitan surat utang global (global bonds) PT Inalum (Persero) merupakan yang terbesar di Indonesia. Sebab, belum pernah ada yang menerbitkan surat utang mencapai US$ 4 miliar atau setara Rp 58,4 triliun (US$ 1=Rp 14.600).

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menerangkan, alasan perseroan menerbitkan surat utang adalah karena bunganya tetap. Berbeda dengan pinjaman bank yang bunganya bisa naik turun.

Memang, awalnya Inalum berniat meminjam ke perbankan karena prosesnya lebih mudah.

"Lebih gampang (bank), bonds kan susah sekali, ini kan terbesar yang pernah diajukan Indonesia," ujarnya di Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Budi melanjutkan, untuk tambang, penerbitan surat utang ini merupakan terbesar keenam di dunia dalam 10 tahun terakhir.

Budi bilang, Inalum punya kemampuan untuk membayar surat utang itu. Hal itu terlihat dari banyaknya investor yang membeli surat utang Inalum.

Hide Ads