Nasib Freeport Masih Abu-abu di Tengah Rencana Larangan Ekspor Tembaga

ADVERTISEMENT

Nasib Freeport Masih Abu-abu di Tengah Rencana Larangan Ekspor Tembaga

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 01 Feb 2023 20:45 WIB
PT Freeport Indonesia melakukan eksplorasi, menambang, dan memproses bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua/Foto: Alfito Deannova Ginting
Jakarta -

Pemerintah belum memutuskan nasib PT Freeport Indonesia di tengah larangan ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini. Di sisi lain, Freeport telah melayangkan surat yang intinya tak bisa menyelesaikan smelter pada Desember 2023.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengaku belum mendapat arahan terkait keputusan nasib Freeport. Permasalahan Freeport ini sendiri telah dibawa dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (31/1) kemarin.

"Pertama, kami belum terima arahan langsung sejak rapat para menteri kemarin. Kami akan tunggu itu arahannya ke mana, perhitungan-perhitungan ada, regulasi ada, yang kami belum dapat arahan langsung itu ke depan kita mau gimana dan apa saja yang mau kita lakukan terhadap kondisi sekarang ini," katanya di Kompleks DPR Jakarta, Rabu (1/2/2023).

Ridwan sendiri menjelaskan, acuan terkait larangan ekspor dan pembangunan smelter ini sudah jelas. Ia menyebut di antaranya mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Dalam Pasal 170A Ayat 1 Undang-undang dijelaskan, pemegang KK, IUP Operasi Produksi Mineral Logam yang (a) telah melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian, (b) dalam proses pembangunan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian, dan/atau (c) telah melakukan kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian dengan pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi lainnya, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian atau pihak lain yang melakukan kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian, dapat melakukan penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri dalam jangka waktu paling lama 3 tahun sejak Undang-undang mulai berlaku.

Undang-undang ini disahkan pada 10 Juni 2020. Dengan begitu, artinya pada pertengahan Juni 2023 ini perusahaan tambang sudah tidak bisa menjual produk mineral logam yang belum dimurnikan.

"Itu kan sebetulnya semua acuanya sudah jelas, satu kalau yang undang-undang sudah mengatakan seperti yang tertulis eksplisit. Yang kedua hasil verifikasi yang dilakukan oleh surveyor independen. Kemudian kemarin ketika ada tanda-tanda pembangunan mulai mengalami kendala tim Minerba juga dikirim ke lapangan, temen-temen sudah membuat laporan," katanya.

Ridwan menambahkan pemerintah belum memberikan keputusan terkait Freeport. Namun, dia menekankan, yang perlu diperhatikan ialah kebijakan yang dibuat mengedepankan asas manfaat.

"Hanya sekali lagi ini belum putus, satu saja mungkin menurut hemat saya yang perlu diperhatikan agar keputusan dan kebijakan yang dibuat itu asas manfaat kita kedepankan," ujarnya.

Sebelumnya, Jokowi menyatakan, pada pertengahan ini akan menyetop ekspor dua komoditas yakni bauksit dan tembaga.

"Meski ditakuti masalah nikel kalah di WTO kita tetap terus, justru kita tambah setop bauksit. Kemudian tengah tahun kita tambah akan setop tembaga," sebut Jokowi dalam Peringatan HUT PDIP ke-50 yang disiarkan virtual, Selasa (10/1).

(acd/hns)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT