Kita sih berusaha sebisa mungkin, kita kan punya juga unicorn-unicorn yang bagus-bagus. Kita berusaha agar supaya perusahaan-perusahaan tersebut bisa melantai di Bursa. Mudah-mudahan nggak dalam waktu yang lama bisa melantai di Bursa, tunggu aja.
Seperti diketahui pemerintah akan melakukan vaksinasi di tahun depan. Menurut Anda bagaimana kondisi pasar modal di tahun depan?
Ini memang sebetulnya luar biasa ya. Kita punya harapan besar terhadap adanya vaksin dan tahun depan bisa disuntikkan. Dan saya percaya dengan adanya vaksin tersebut akan berdampak positif terhadap pergerakan ekonomi setelahnya. Kalau ini bisa berjalan sesuai dengan rencana dan tentunya kasus-kasus itu bisa dikendalikan, saya yakin perekonomian kita akan cepat pulih kembali. Titik balik dari pemulihan aktivitas ekonomi itu sangat berpengaruh dari pengendalian COVID-19 itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait pasar modal saya cukup optimis, karena perkembangan dari BPS juga bagus sekali. Dari apa kuartal 3 ini kan kita harapkan growth-nya itu 5% and dari pada sebelumnya. Itu saja merupakan titik balik dari pada growth kita. Jadi saya pikir pasar modal tentunya akan akan positif sekali di 2021. Kita lihat juga dari perkembangan investor, kita lihat dari transaksi RNTH juga. Siapa yang mengira, bahwasanya bulan januari-februari masih Rp 6,4-6,7 triliun. Sekarang itu boleh dibilang setiap harinya di atas Rp 10 triliun, bahkan yang tertingginya adalah sekitar Rp 21 triliun. Jadi itu luar biasa sekali. Kalau kita bandingkan dengan tahun lalu itu RNTH kan masih Rp 9,2 triliun. Jadi saya sih cukup optimis di 2021, bahwasanya RNTH kita itu bisa lebih dari 2019.
Anda sudah puluhan tahun berada di pasar modal, sederet kursi direksi perusahaan sekuritas sudah pernah Anda duduki. Sebagai Dirut BEI apa impian Anda terhadap pasar modal Indonesia?
Jadi gini kalau kita lihat dari pasar modal kita, bahwasanya perkembangan kita sudah jauh sekali dari pada pertama kali saya berkiprah di pasar modal tahun 1988-1989. Itu udah sangat-sangat berbeda sekali. Kemudian setelah itu privatisasi 1992.
Awal saya masuk di pasar modal itu semuanya masih manual, kita pakai telepon yang sebesar bagong, besar sekali. Tapi kita bandingkan saja dengan pada saat privatisasi Bursa Efek Jakarta waktu. Pada saat 1992 indeks kita per Desember 274. Bayangkan loh sekarang 21 Desember 2020 itu indeks sudah 6.165. Marketcap kita dulu itu Rp 24,8 miliar, sekarang itu Rp 7 triliun. Jumlah perusahaan tercatat saat itu baru 153 emiten. sekarang itu sudah 712, jadi luar biasa banyaknya.
Namun apakah ini sudah cukup? Ya belum. Apa yang menjadi basisnya, kita lihat bahwasanya perkembangan investor saja, itu luar biasa sekarang itu sudah 3,6-3,7 juta. Tetapi dibandingkan dengan populasi itu baru setengah persen. Bandingkan dengan Filipina itu sudah 1% lebih dari populasi. Jangan kita bandingkan sama Singapura dan lain-lainnya. Singapura sudah 16 kali.
Kapitalisasi memang kita sudah besar ya, tapi kalau kita bandingkan dengan dengan PDB kita itu juga hanya 47%. Bandingkan dengan Singapura yang lebih dari 150%. Jadi jadi saya pikir sekarang memang perkembangannya luar biasa. Namun ini baru tahap pertama, roomnya itu masih sangat luas untuk kita berkembang.
(das/dna)