BRICS Besut Dedolarisasi, RI Nggak Takut Dikucilkan Trump?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 08 Jan 2025 10:02 WIB
Jakarta -

Indonesia telah resmi masuk dalam keanggotaan kelompok negara yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa) atau BRICS. Indonesia menyusul Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir sebagai anggota baru.

BRICS menjadi forum ekonomi dan politik serta tempat merumuskan beberapa kebijakan. Salah satu kebijakan yang terkenal adalah kebijakan dedolarisasi atau mengurangi transaksi menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). BRICS ingin agar dominasi mata uang Paman Sam pada perekonomian dunia bisa berkurang.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu mengungkapkan dedolarisasi memang menjadi agenda utama BRICS. Namun, menurutnya sampai saat ini transaksi yang tidak menggunakan dolar AS di dunia masih kecil, artinya gerakan ini masih belum membesar dan tidak mungkin bisa jadi lebih besar.

Indonesia, kata Mari, sejauh ini sudah memiliki inisiatif yang sama, mengurangi transaksi dengan dolar AS. Indonesia sudah memiliki kebijakan Local Currency Settlement (LCS) dengan beberapa negara, salah satunya dengan China. Upaya ini sudah dilakukan jauh hari sebelum Indonesia jadi anggota BRICS.

"Tapi kita sebetulnya sudah mempunyai inisiatif-inisiatif seperti itu. Seperti LCS, Local Currency Settlement, misalnya kita mau berdagang dengan Tiongkok, kita nggak usah dari rupiah ke dolar baru ke yuan. Kita sebetulnya sekarang sudah bisa dari rupiah ke yuan," beber Mari di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2025).

Mari melanjutkan dengan masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS memang ada kemungkinan bisa mempercepat kebijakan pengurangan penggunaan dolar AS. Hanya saja dalam waktu dekat ini, Mari meyakini dolar AS masih cukup dominan transaksinya di dunia.

"Jadi sebenarnya proses-proses itu sudah berjalan. Apakah BRICS akan membantu untuk itu dipercepat? Mungkin saja, tapi akan perlu waktu ya, karena kenyataannya dolar masih dominan di dalam transaksi maupun di dalam memegang aset," sebut Mari.

Ancaman Trump imbas pengurangan penggunaan dolar AS di halaman berikutnya.




(hal/ara)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork